TULANG BAWANG BARAT --- Sepandai-pandai menyimpan bangkai, akhirnya tercium juga. Pribahasa ini kiranya pantas sebagai perumpamaan kebobrokan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tulang Bawang Barat yang makin terkuak. Selain dugaan penyelewengan DAK Fisik Reguler Tahun Anggaran 2021, di tahun yang sama ditemukan pula sejumlah pungutan liar yang di duga dilakukan Badri, yang kala itu menjabat sebagai Kepala Bidang Pendidikan Dasar.
Di kutip dari salah satu media online lampung.sumselnews.co.id, Sejumlah kepala Sekolah Dasar di Kecamatan Tulang Bawang Udik mengaku pada tahun 2021 silam, pernah dimintai dana sebesar Rp5 juta sebagai syarat untuk menerima bantuan komputer. Pihak sekolah baru memberikan Rp2 juta saja sebagai uang muka, sedangkan sisanya akan diberikan setelah komputer tersebut di terima. Namun, ibarat pungguk merindukan bulan, komputer yang dijanjikan hingga kini tak kunjung sampai.
“Untuk bantuan laptop awalnya lima belas unit, kita diminta me alokasikan dana transportasi sebesar lima (Rp.5) juta berhubung barangnya belum sampai maka kita disarankan mengangsur dua juta,” ujar sumber berinisial (DS) Kamis (26/08/2021) silam.
DS juga menambahkan bahwa Dinas terkait memerintahkan pengawas berinisial RS mengumpulkan dana yang diakui sebagai dana transportasi tersebut.
Sementara oknum RS saat dikonfirmasi menampik, bahwa dirinya tidak pernah mengumpulkan dana tersebut. ”Saya tidak mengumpulkan uang yang disampaikan DS ”. kilahnya saat di konfirmasi Sabtu (28/08/2021)
Selain pungutan komputer, pungutan lain yang di duga kuat sebagai pungutan liar, ditemukan dalam tunjangan guru sertifikasi di 198 SD dan SMP dengan total nilai pungutan sebesar Rp75 juta lebih.
Di duga, pungutan itu dilakukan untuk perayaan HUT Ke-76 PGRI pada (25/11) silam. Pungutan itu di bungkus sedemikian rupa dan dilakukan oleh anak lembaga PGRI Tubaba, atas persetujuan Kepala Dinas Pendidikan Budiman Jaya.
"Kami dimintai sumbangan Rp50.000,- per orang, karena PNS di sekolah kami terdapat 15 guru, sehingga total sumbangan yang diberikan sekolah kami sebesar Rp750.000,- ," ungkap guru di salah satu SMP di Kecamatan Tumijajar.
Senada para guru di sekolah lainnya menuturkan hal yang sama, mereka mengaku berat hati dan terpaksa menerima keputusan tersebut, karena terdapat lambang dan juga tanda tangan pengurus PGRI serta Asosiasi Pengawas Seluruh Indonesia (APSI) dalam surat edaran.
"Yang menjadi patokan nilai sumbangan, dilihat dari banyaknya guru yang menerima tunjangan sertifikasi, padahal sudah banyak pungutan yang di ambil dari kami, seperti iuran PGRI setiap bulannya, zakat, koperasi dan beberapa iuran lainnya," keluh guru SMP di Kecamatan Tulangbawang Tengah.
Terkait hal itu, Nurhamid selaku ketua Badan Sosial Pendidik Tubaba (BSPT) yang diakui sebagai anak lembaga PGRI, menampik jika pihaknya memungut dana kepada para guru.
"Kami hanya mengelola dana sumbangan para guru, jadi tidak memungut dana," kilahnya.
Terkait kegunaan dana tersebut, Kepala SMPN 1 Tulang Bawang Barat ini menjelaskan, dana yang terkumpul akan digunakan untuk membantu guru-guru yang sudah pensiun, sakit, ataupun guru yang sedang terkena musibah.
"Namanya sumbangan yang mau silahkan yang tidak silahkan, dan sumbangan itu tidak kita tentukan," kilahnya saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.
Sedangkan ketua PGRI Tubaba Supriyanto melalui sekertaris Suhariyanto, saat ditemui dikediamannya menjelaskan, BSPT memang merupakan anak lembaga PGRI yang secara khusus menangani bidang sosial termasuk menghimpun dana sosial dari para guru.
"Dasar pembentukan BSPT ini adalah AD ART PGRI, dan terkait sumbangan itu merupakan kerelaan dari para guru dan pihak sekolah masing-masing, mekanismenya langsung transfer kerekening Badan," terangnya.
Salah satu Pengawas sekolah di Kecamatan Tulang Bawang Tengah sekaligus bendahara BSPT ini juga mengatakan, bahwa apa yang dilakukan pihaknya tersebut sudah dikordinasikan dengan PGRI Provinsi Lampung.
"Sudah kita kordinasikan dengan PGRI Provinsi Lampung, dan Dinas Pendidikan Tubaba, dan tidak dipermasalahkan," tukasnya.